Latih Daya Nalar bukan dengan USBN

UPAYA meningkatkan daya nalar siswa idealnya tidak hanya dilakukan melalui soal ujian sekolah berstandar nasional (USBN) berbentuk esai.
Upaya itu seharusnya lebih banyak dilakukan pada proses belajar mengajar di kelas.
"Soal esai merupakan bagian dari proses pembelajaran, tapi kemampuan nalar untuk menganalisis maupun menyelesaikan persoalan ada pada proses pembelajaran, bukan pada ujian," ujar pakar pendidikan Mohammad Abduhzen di Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan hal itu terkait dengan perubahan model soal USBN tingkat SD tahun ini, yaitu 10% berbentuk esai, bukan hanya pilihan ganda seperti tahun-tahun lalu.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perubahan itu antara lain dilakukan untuk meningkatkan daya nalar para siswa.
Menurut Abduhzen, upaya untuk meningkatkan daya nalar siswa akan jadi sia-sia jika hanya mengandalkan soal berbentuk esai pada saat ujian akhir, tapi ketika proses pembelajaran, sistem berpikir tingkat tinggi tidak diterapkan.
"Jika pembelajaran represif, anak tidak diberi kesempatan dialogis. Maka apa yang kita inginkan, yakni anak yang memiliki daya nalar tinggi, tidak akan tercapai," imbuh penasihat Institute for Education Forum Universitas Paramadina itu.
Idealnya, ujian yang berbentuk esai melengkapi proses pembelajaran yang mengedepankan daya nalar tinggi.
Abduhzen menilai proses pembelajaran yang mengedepankan kemampuan berpikir tingkat tinggi belum terlaksana di sekolah-sekolah.
Sampai saat ini, kata Abduhzen, belum ada kebijakan besar dari pemerintah untuk mengelola pendidikan yang mengedepankan daya nalar tinggi.
Padahal, UU Sistem Pendidikan Nasional mengamanati sekolah untuk menerapkan proses pembelajaran yang mengedepankan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
"Nanti kita akan lihat bagaimana hasil USBN ini dan akan dievaluasi. Namun, yang pasti, jangan hanya menerapkan pada akhirnya (ujian akhir) ," ucap Ketua Litbang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) itu.