PIER Paramadina Gelar Pelatihan Pendidikan Demokrasi bagi Guru se-Kota Kupang (Bagian 1)
Mediator Giovanni :Kegiatan ini merupakan kerja sama PIER dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT dan disokong oleh Konrad Adenauer Stiftung (KAS)
Pelatihan pendidikan demokrasi ini dilaksanakan selama tiga hari dari Rabu, 16 Juni 2021 hingga Jumat, 18 Juni 2021 dan diikuti oleh 20 peserta dari sebelas SMA/SMK se-Kota Kupang.
Sekolah-sekolah yang berkesempatan mengikuti Pelatihan Guru untuk Pendidikan Demokrasi Provinsi NTT antara lain: SMAK Giovanni Kupang, SMAK Citra Bangsa, SMAK Mercusuar, SMAS Muhamadiyah, SMKN 7 Kupang, SMA Plus Masa Depan Mandiri, SMAN 4 Kupang, SMA NCIPS, SMAN 11 Kupang, SMAK 2 Lentera dan SMAN 1 Kupang Tengah.
Materi dalam kegiatan ini dibawakan oleh Danang Binungko, DITJEN Politik dan Pemerintah Umum Kementerian dalam Negeri, Djayadi Hanan, Ph.D, Direktur Paramadina Institute for Education Reform (PIER), Mohammad Abduhzen, Hilal Tri Anwari, Umar Abdullah dan Abdul Mufallah.
Hadir dalam kesempatan tersebut Linus Lusi, S.Pd, M.Pd, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT sekaligus membuka rangkaian kegiatan secara resmi.
Dalam sambutannya, Linus menyentil para peserta dengan hasil temuanya bahwa mayoritas siswa yang pernah ditemuinya menginginkan guru itu harus murah senyum, berpakaian rapi, tidak menjelekkan siswa di depan umum dan menjawab pertanyaan siswa dengan antusias.
Melalui temuan tersebut, lulusan pendidikan sejarah ini mengharapkan agar para peserta dapat menjadi guru demokratis yang menampilkan empat aspek yang diinginkan para siswa.
Selain itu, para peserta diarahkan untuk fokus pada pendidikan demokrasi mengenai paham demokrasi pancasila, paradigma demokrasi: kebebasan, persamaan dan perbedaan, prinsip-prinsip demokrasi, metode pembelajaran partisipatif, isu global dalam demokrasi, dsb.
Yang menarik dalam kegiatan ini adalah teknik penyajian materi yang dialogal. Pemateri mengawali dengan memberikan stimulus berupa persoalan atau instruksi, selanjutnya peserta diminta untuk menggali dan menemukan informasi, data dan fakta. Kemudian pemateri menfasilitasi jalannya diskusi. Dan oleh pandangan-pandangan peserta, pemateri lalu merumuskan point point penting yang sejalan dengan topik dibahas.
Teknik ini pernah diterapkan oleh seorang filsuf Yunani, Sokrates, yang dikenal dengan teknik maieutika atau sering disebut sebagai teknik kebidanan.
Teknik kebidanan ini adalah cara yang dipakai sokrates agar para pengikutnya menemukan, merumuskan dan mencapai pemahaman tertentu tentang topik yang sedang dibahas.
Dalam metode ini sokrates bertindak sebagai bidan. Tugas seorang bidan adalah membantu ibu hamil untuk melahirkan. Bayi itu bukan milik bidan tetapi milik ibu hamil. Demikianpun, sokrates tidak memiliki kebenaran. Sokrates hanya membantu pengikutnya untuk menemukan kebenaran yang sudah ada dalam diri mereka lalu merumuskannya.
Melalui teknik seperti inilah, para pemateri secara faktual menampilkan model pembelajaran dialogis sebagai cerminan dari pendidikan demokratis.
Selain itu dengan cara bertanya terus menerus dari pemateri, para peserta didorong untuk berpikir secara kritis dan komprehensif. Para pemateri menggali pengetahuan peserta dengan mengajukan pertayaan terus menerus.
(IL/MDTR)